Rabu, 04 Februari 2015

SEJARAH KABUPATEN TOLITOLI

Halo gan...!
gue mau buat blog tentang tolitoli, alassan gue bikin postingan ini because...
dulu gw pernah ada tugas untuk nyari sejarah kabupaten tolitoli,
lah, gue nyari di om google ada sih tapi gak komplit, yaudah terpaksa deh gw keliling tolitoli nanya2 org akhirnya dapet ni
goooooo....!

SEJARAH KABUPATEN TOLITOLI
Kabupaten Tolitoli adalah salah satu kabupaten di provinsi Sulawesi Tengah Indonesia. Kabupaten Tolitoli sebelumnya bernama Kbaupaten Buol Tolitoli ( semenjak 1964-1999 ), namun pada tahun 2000 berdasarkan UU No.51 Tahun 1999 daerah ini dimekarkan menjadi dua Kabupaten yaitu kabupaten Tolitoli sebagai kabupaten induk dan Kabupaten Buol sebagai kabupaten hasil pemekaran.
Namun Tolitoli berasal dari kata Totolu yang berarti tiga. Bangsa Tolitoli berasal dari 3 manusia kahyangan yang menjelma ke bumi melalui olisan Bulan (Bumbu Emas), Bumbung Lanjat (Puncak Pohon Langsat) dan Ue Saka (Sejenis Rotan). Jelmaan Olisan Bulan dikenal sebagai Tau Dei Baolan atau Tamadika Baolan yang menjelma melalui Ue Saka yang dikenal sebagai Tau Dei Galang atau Tamadika Dei Galang. Sedangkan seorang putrid yang menjelma sebagai bumbung Lanjat dikenal sebagai Boki Bulan.
Kemudian nama Totoli berubah menjadi Tontoli sebagaimana tertulis dalam Lange-Contrack 5 Juli 1858 yang ditandatangani pihak Belanda antara Dirk Francois dengan Raja Bantilan Syaifuddin. Tahun 1918 berubah menjadi Tolitoli seperti terlihat dalam penulisan Korte Verklaring yang ditandatangani Raja Haji Mohammad Ali dengan pemerintah Belanda yang berpusat di Nalu.
Bahasa yang dipakai sebagai alat komunikasi sehari-hari adalah bahasa Geiga. Bahasa ini menurut ahli bahasa AC kruyt dan Dr Adriani termasuk dalam kelompok bahasa-bahasa Tomini, yang daerah sebarnya antara desa Towera di wilayah kabupaten Donggala samapi ke desa Molosipat yang berbatasan dengan kabupaten Gorontalo.
Sepanjang sejarah yang diketahui, Tolitoli mempunyai pemerintahan yang bersifat kerajaan. Puncak kejayaannya dicapai setelah masuknya agama islam, sekitar abad ke-17, yang dibawa mubalig dari kesultanan ternate. Pada waktu itu masyarakat benar-benar merasakan keamanan dan ketentraman dalam wilayah kerajaan.
Sejak itu hubungan kerajaan Tolitoli dengan Kesultanan Ternate terjalin baik, hingga kerjaan Tolitoli masuk dalam wilayah kekuasaan Kesultanan Ternate. Mulai saat itu Raja yang berkuasa di Tolitoli sudah di nobatkan di Ternate.











Raja-raja
Dalam menjalankan pemerintahan, Raja adalah pemegang kekuasaan tertinggi yang dibantu oleh sejumlah pejabat kerajaan yang diserahi tugas-tugas tertentu. Oleh karena pada waktu itu rakyat belum begitu banyak, maka perangkat kerajaan juga sangat sederhana.

Pada dasarnya perangkat kerajaan yang bertugas sebagai membantu Raja, hanya terdiri dari :

1)      Jogugu: sebagai penghubung raja dengan pihak luar dan menjalankan kekuasaan raja sehingga pada saat-saat tertentu mewakili Raja.

2)      Kukum: bertugas memberikan penerangan hukum sekaligus penasihat raja

3)      Kapitalau: bertugas mengurus segala sesuatu di sektor lautan

4)      Kepala Adat: bertugas pada upacara-upacara Adat yang dilakukan Raja.

5)      Kapita Raja: bertugas mengapit Raja



6)      Pahalaan: bertugas sebagai penjaga keamanan Raja atau istana dan mengurus hal-hal yang menyangkut urusan rumah tangga istana sekaligus sebagai pengawal Raja.

7)      Babato: bertugas membidangi masalah Syara.

8)      Mayor: bertugas pada Eselon bawah pemerintahan yang berfungsi sebagai penguasa dalam satu satuan masyarakat terkecil.

9)      Malinu: bertugas sebagai memberitahukan hal-hal yang penting pada masyarakat.

Seluruh pejabat kerajaan dalam menjalankan tugasnya langsung bertanggung jawab kepada raja. Sedangkan yang berhak dinobatkan menjadi Raja, harus mempunyai garis keturunan langsung dari Raja.

Berikut nama raja-raja yang pernah berkuasa di Tolitoli :
1.      Raja Imbaisug
Raja Imbaisug adalah Salah satu Raja yang mendapat kehormatan untuk dilantik dan dinobatkan di ternate yang dengan kebesaran berlayar dengan perahu Banggakasaan menuju Ternate. Namun sayang sekali pada waktu kembali ke Tolitoli meninggal dalam perjalanan, kemudian dimakamkan di Tuweley.
2.      Djamalul Alam
Djamalul Alam dipilih bersama-sama di Ternate tahun 1773, dengan suatu ketentuan bahwa apabila Imbaisug meninggal dunia harus digantikan oleh Djamalul Alam.
3.      Sultan Mirfaka
Setelah Sultan Djamalul Alam mangkat, digantikan putra sulungnya: Sultan Mirfaka, Tetapi memerintah di wilayah Dondo.
4.      Muhiddin
Muhiddin adalah putra kedua dari Djamalul Alam yang dikerikan kepercayaan untuk memerintah di wilayah tolitoli.  Muhiddin yang tidak lagi bergelar Sultan,melainkan bergelar Raja yang diberi julukan Tau Dei Beanna.
5.      Yusuf Syaiful Muluk Muidjuddin
Oleh Mohammad Yusuf Syaiful Muluk Muidjuddin, yang bergelar Malatuang ( artinya yang patut disembah ). Oleh rakyatnya diberi julukan Tau Dei Buntuna.Dengan demikian jelas bahwa sebelum bangsa belanda masuk wilayah ini, kerajaan Tolitoli sidah ada dan diperintah oleh seorang Raja yang disebut Gaukan.
Menurut sejarah Raja Mohammad Yusuf “Malatuang” Syaiful Muluk Muidjuddin adalah Raja yang sudah diadatkan oleh Rakyat jauh sebelum kedatangan bangsa belanda, karena tercatat masa pemerintahannya berlangsung dari tahun 1781-1812. Makamnya di Buntuna, Desa Tambun, Kecamatan Baolan.
Menurut cerita bahwa Raja Mohammad Yusuf Malatuang, pada masa pemerintahannya cukup arifbijaksana, sangat adil, serta cukup memperhatikan kehidupan rakyanya, sehingga walau Raja telah wafat, namanya tetap dikenang oleh Rakyat. Raja mohammad Yusuf Malatuang waktu itu berkedudukan di Kalangkangan pada tahun 1812. Raja ini mendirikan sebuah istana di kampung Nalu.istana itu kemudian di berinama BALE DAKO ( istana besar ) atau BALE MASIGI ( Istana yang puncaknya seperti kubah masjid ). Disinilah pusat kegiatan pelayaran kerajaan Tolitoli.

6.      Bantilan Syafiuddin
Raja Bantilan syafiuddin berkuasa dari tahun 1859-1867, ia merupakan raja yang sakti keturunan dari Raja Mohammad Yusuf Syaiful Muluk Muidjuddin, alias malatuang yang menurunkan raja-raja yang memerintah di kerajaan Tolitoli.
Sebelum meninggal raja BANTILAN SYAFIUDDIN berpesan epada keluarga, kerabat, dan masyarakat kelak jika beliau wafat agar di makamkan di Tando Kanau (LUTUNGAN) dengan maksud agar menjaga dan menjadi perisai bagi kota Tolitoli dari gangguan baik fisik ataupun non fisik (gaib).
Ketika raja wafat pada tahun 1867, dalam prosesi pemakamannya menggunakan perahu-perahu rakyat yang di tata berurutan (dijejer) dari kampung Nalu menuju Tando Kanau (Lutungan) bagaikan sebuah jembatan penghubung yang akan dilewati Jenazah almarhum.

7.      Raja Haji Abdul Hamid Bantilan (1869-1901)
Dalam perkembangan selanjutnya ternyata urusan pemerintahan nampak semakin baik dan lancar. Petugas-petugas yang mengurusi kegiatan di Istana, yang mengurusi bidang ekonomi maupun yang mengurus pelabuhan kesemuanya melaksanakan pekerjaannya dengan rapi dan teratur sebagaimana yang diharapkan.Kapal-kapal dagang sudah seringkali berlabuh dipelabuhan Tolitoli dan bahkan pada waktu itu sudah ada kapal dagang yang membuat trayek tetap antara Makassar-Donggala-Tolitoli dimanapara penumpang terdapat pula orang-orang Cina. Dalam sejarah tercatat bahwa orang Cina pertama masuk ke Wilayah Kerajaan Tolitoli bernama Hong Bie.
Setelah Raja Haji Abdul Hamid Bantilan  wafat. Jenazahnya dimakamkan dipulau Lutungan berdampingan dengan makam ayahnya yakni Raja Bantilan Syafiuddin. Tampak pimpinan Kerajaan kemudian diserahkan kepada adiknya yakni Haji Ismail Bantilan.
8.      Raja Haji Ismail Bantilan (1908-1918)
Raja Haji Ismail Bantilan mulai memerintah kerajaan setelah menandatangi Korte Verklaring no.1 tgl 12 Februari 1908 dengan pihak belanda.
Raja Haji Ismail Bantilan dalam masa pemerintahannya dikenal dengan gelar  TAU DEI BABO KASO artinya Orang diatas kasur. Meskipun telah menandatangi Korte Verklaring namun dalam sikapnya Raja ini selalu menunjukkan rasa tidak bersahabatnya dengan Belanda, sehingga terkenal sebagai raja yang keras dalam pendirian.
Hal ini terbukti dalam tahun 1911 Raja secara terang-terangan melawan belanda karena rakyatnya dipaksa bekerja heerendienst ( kerja rodi ) oleh pemerintah Hindia-Belanda. Akibatnya Raja Haji Ismail Bantilan diinternir oleh belanda selama 6 tahun (enam) bulan di Donggala, namun akhirnya juga dikembalikan lagi ke Tolitoli.
9.      Raha Haji Muhammad Ali Bantilan (1918-1919)
pada tahun 1917 seorang tokoh Sarekat Islam (SI) bernama Sastro Kardono sebagai utusan langsung H.O.S. Cokroaminoto datang ke Tolitoli untuk membentuk Ssarekat Islam dan sekaligus menetapkan Haji Mohammad Ali sebagai Presiden S.I. yang pertama.

Sementara itu dalam buku sejarah juga tercantum bahwa dalam tahun 1917 tokoh pejuang Abdul Muis juga berkunjung ke Tolitoli dan kunjungan inilah yang kemudian dikaitkan telah menyebabkan timbulnya pemberontakan di Salumpaga bulan juni 1919 yang dicatat sebagai pemberontakan Tolitoli. Sebetulnya pemberontakan di Salumpaga tersebut merupakan Klimaks dari pada antipati rakyat terhadap penjajah belanda.

Dengan diangkatnya Haji Mohammad Ali Bantilan sebagai Raja dan Juga sebagai
Presiden Sarekat Islam yang pertama, maka dengan sendirinya keanggotaan Sarekat Islam di kerajaan Tolitoli semakin tumbuh dan berkembang dengan pesatnya. Hal ini dapat dimaklumi karena yang menjadi Presiden Sarekat Islam adalah Raja yang sangat dipatuhi oleh rakyatnya.
10.  Raja Haji Mohammad Saleh Bantilan (1920-1922)
Setelah pemberontakan Salumpaga tahun 1919, maka selama kurang lebih satu tahun tidak pernah terdengar lagi Heerendients gemeentedients, istilah tersebut dianggap sangat berbahaya dan berbau politik. Namun, setelah Residen Menado F.J Kroon diganti oleh penggantinya  yang baru J.R Logeman maka pekerjaan kerja paksa (kerja Rodi) itupun dimulai kembali.

Peristiwa Salumpaga merupakan salah satu kegigihan dan kepahlawanan dari bangsa kita untuk mengusir penjajah. Masuk dalam sejarah Nasional Indonesia dan terkenal dengan pemberontakan Tolitoli.

Hubungan dagang dengan daerah-daerah lain semakin maju karena pelabuhan Tolitoli sering disinggahi kapal-kapal besar sehingga tidak mengherankan bila pada waktu itu mulai berdatangan suku-suku bangsa yang lain, seperti Bugis, Manado, Sangir, Jawa, dan tak ketinggalan Orang-orang Cina dengan maksud untuk berdagang.

Peninggalan

1.      Masjid Jami’ Toli-Toli
Masjid Jami’ Toli-Toli adalah salah satu masjid bersejarah di Kabupaten Toli-Toli, Provinsi Sulawesi Tengah. Sejarah masjid ini berawal dari pembangunan sebuah surau atau mushola yang terbuat dari papan kayu di sekitar Pantai Susumbolan pada 1929. Pada masa lalu, kawasan sekitar Pantai Susumbolan yang berada di wilayah Kota Toli-Toli ini dikenal sebagai kawasan terpadu karena di dalamnya terdapat pasar, terminal, tempat pelelangan ikan, panggung hiburan, dan kawasan kuliner. Selain itu, kawasan ini pada masa lalu juga mencakup empat kelurahan yang disebut Kampung Baru.
Pada 1939, mushala tersebut kemudian diubah menjadi sebuah masjid yang diprakarsai dan biayai oleh seorang saudagar kopra dari Toli-Toli bernama Lahuseng. Bahan bangunan masjid ini sebagian dibeli oleh Lahuseng ketika menjual kopra di Singapura. Masjid seluas 143 m² ini berlantai marmer dan memiliki sebuah kubah besar di bagian atapnya. Selain itu, bangunan masjid ini juga dilengkapi dengan sebuah menara yang terbuat dari kayu. Pada zaman dahulu, menara kayu tersebut berfungsi sebagai tempat muadzin atau bilal mengumandangkan adzan karena belum ada listrik. Muadzin naik ke atas menara dan mengumandangkan adzan dengan menggunakan corong yang terbuat dari seng. Ketika pembangunan masjid ini selesai, Lahuseng diangkat sebagai imam pertama pada 1939 hingga 1957.
2.      Tanjung kanau (LUTUNGAN)
Awal mula nama Tanjung Kanau ini karena dahulu sepanjang pesisir pantai terdapat banyak pohon Enau. Pohon ini diyakini dapat menangkal petir dan badai. Di pulau ini terdapat makam Raja Syaifuddin Bantilan. Pulau ini dipercaya sebagai perisai bagi kota Tolitoli, perisai pertama pulau Simatang dan perisai kedua dalah pulau Kabetan yang dapat melindungi kota Tolitoli dari bahaya .

3.      Bunker
Bunker ini terdapat di dekat pantai di Tanjung Batu, bunker yang berbentuk menyerupai kubah masjid ini dahulu adalah sebuah jalan bawah tanah yang dilalui oleh para pahlawan terdahulu untuk melawan belanda. Menurut keterangan masyarakat, masih ada dua lagi bunker yang sama seperti ini, satu berada di sekitar Tanjung Pelabuhan dan yang satu lagi berada di pesisir pantai di daerah Lonti. Ketiga Bunker ini saling terhubung satu sama lain. Namun, keduanya sudah tidak dirawat lagi oleh masyarakat, keduanya hampir tidak memiliki tanda-tanda adanya benda bersejarah disitu.
4.      BALE DAKO ( istana besar ) atau BALE MASIGI ( Istana yang puncaknya seperti kubah masjid ).
Raja mohammad Yusuf Malatuang waktu itu berkedudukan di Kalangkangan pada tahun 1812. Raja ini mendirikan sebuah istana di kampung Nalu.istana itu kemudian di berinama BALE DAKO ( istana besar ) atau BALE MASIGI ( Istana yang puncaknya seperti kubah masjid ). Disinilah pusat kegiatan pelayaran kerajaan Tolitoli.

Kini bekas Istana Raja di kampung Nalu dekat Tolitoli itu hanya tinggal sebuah PUTUU ( Tiang Agung ) yang tetap berdiri sampai sekarang dekat sebuah pertigaan jalan.


Oleh
Nurhazanah
X IIS 1