Halo gan...!
gue mau buat blog tentang tolitoli, alassan gue bikin postingan ini because...
dulu gw pernah ada tugas untuk nyari sejarah kabupaten tolitoli,
lah, gue nyari di om google ada sih tapi gak komplit, yaudah terpaksa deh gw keliling tolitoli nanya2 org akhirnya dapet ni
goooooo....!
gue mau buat blog tentang tolitoli, alassan gue bikin postingan ini because...
dulu gw pernah ada tugas untuk nyari sejarah kabupaten tolitoli,
lah, gue nyari di om google ada sih tapi gak komplit, yaudah terpaksa deh gw keliling tolitoli nanya2 org akhirnya dapet ni
goooooo....!
SEJARAH KABUPATEN TOLITOLI
Kabupaten Tolitoli adalah salah satu
kabupaten di provinsi Sulawesi Tengah Indonesia. Kabupaten Tolitoli sebelumnya
bernama Kbaupaten Buol Tolitoli ( semenjak 1964-1999 ), namun pada tahun 2000
berdasarkan UU No.51 Tahun 1999 daerah ini dimekarkan menjadi dua Kabupaten
yaitu kabupaten Tolitoli sebagai kabupaten induk dan Kabupaten Buol sebagai
kabupaten hasil pemekaran.
Namun Tolitoli berasal dari kata Totolu
yang berarti tiga. Bangsa Tolitoli berasal dari 3 manusia kahyangan yang
menjelma ke bumi melalui olisan Bulan (Bumbu Emas), Bumbung Lanjat (Puncak
Pohon Langsat) dan Ue Saka (Sejenis Rotan). Jelmaan Olisan Bulan dikenal
sebagai Tau Dei Baolan atau Tamadika Baolan yang menjelma melalui Ue Saka yang
dikenal sebagai Tau Dei Galang atau Tamadika Dei Galang. Sedangkan seorang
putrid yang menjelma sebagai bumbung Lanjat dikenal sebagai Boki Bulan.
Kemudian nama Totoli berubah menjadi Tontoli sebagaimana tertulis dalam Lange-Contrack 5 Juli 1858 yang ditandatangani pihak Belanda antara Dirk Francois dengan Raja Bantilan Syaifuddin. Tahun 1918 berubah menjadi Tolitoli seperti terlihat dalam penulisan Korte Verklaring yang ditandatangani Raja Haji Mohammad Ali dengan pemerintah Belanda yang berpusat di Nalu.
Kemudian nama Totoli berubah menjadi Tontoli sebagaimana tertulis dalam Lange-Contrack 5 Juli 1858 yang ditandatangani pihak Belanda antara Dirk Francois dengan Raja Bantilan Syaifuddin. Tahun 1918 berubah menjadi Tolitoli seperti terlihat dalam penulisan Korte Verklaring yang ditandatangani Raja Haji Mohammad Ali dengan pemerintah Belanda yang berpusat di Nalu.
Bahasa yang dipakai sebagai alat komunikasi sehari-hari adalah
bahasa Geiga. Bahasa ini menurut ahli bahasa AC kruyt dan Dr Adriani termasuk
dalam kelompok bahasa-bahasa Tomini, yang daerah sebarnya antara desa Towera di
wilayah kabupaten Donggala samapi ke desa Molosipat yang berbatasan dengan
kabupaten Gorontalo.
Sepanjang sejarah yang diketahui, Tolitoli mempunyai
pemerintahan yang bersifat kerajaan. Puncak kejayaannya dicapai setelah
masuknya agama islam, sekitar abad ke-17, yang dibawa mubalig dari kesultanan
ternate. Pada waktu itu masyarakat benar-benar merasakan keamanan dan
ketentraman dalam wilayah kerajaan.
Sejak itu hubungan kerajaan Tolitoli dengan Kesultanan
Ternate terjalin baik, hingga kerjaan Tolitoli masuk dalam wilayah kekuasaan
Kesultanan Ternate. Mulai saat itu Raja yang berkuasa di Tolitoli sudah di
nobatkan di Ternate.
Raja-raja
Dalam menjalankan pemerintahan, Raja adalah pemegang
kekuasaan tertinggi yang dibantu oleh sejumlah pejabat kerajaan yang diserahi
tugas-tugas tertentu. Oleh karena pada waktu itu rakyat belum begitu banyak,
maka perangkat kerajaan juga sangat sederhana.
Pada dasarnya perangkat kerajaan yang bertugas sebagai
membantu Raja, hanya terdiri dari :
1) Jogugu: sebagai penghubung raja
dengan pihak luar dan menjalankan kekuasaan raja sehingga pada saat-saat
tertentu mewakili Raja.
2) Kukum: bertugas memberikan
penerangan hukum sekaligus penasihat raja
3) Kapitalau: bertugas mengurus
segala sesuatu di sektor lautan
4) Kepala Adat: bertugas pada
upacara-upacara Adat yang dilakukan Raja.
5) Kapita Raja: bertugas mengapit
Raja
6) Pahalaan: bertugas sebagai
penjaga keamanan Raja atau istana dan mengurus hal-hal yang menyangkut urusan
rumah tangga istana sekaligus sebagai pengawal Raja.
7) Babato: bertugas membidangi
masalah Syara.
8) Mayor: bertugas pada Eselon
bawah pemerintahan yang berfungsi sebagai penguasa dalam satu satuan masyarakat
terkecil.
9) Malinu: bertugas sebagai
memberitahukan hal-hal yang penting pada masyarakat.
Seluruh pejabat kerajaan dalam menjalankan tugasnya
langsung bertanggung jawab kepada raja. Sedangkan yang berhak dinobatkan
menjadi Raja, harus mempunyai garis keturunan langsung dari Raja.
Berikut nama raja-raja yang pernah berkuasa di
Tolitoli :
1. Raja Imbaisug
Raja
Imbaisug adalah Salah satu Raja yang mendapat kehormatan untuk dilantik dan
dinobatkan di ternate yang dengan kebesaran berlayar dengan perahu Banggakasaan
menuju Ternate. Namun sayang sekali pada waktu kembali ke Tolitoli meninggal
dalam perjalanan, kemudian dimakamkan di Tuweley.
2. Djamalul Alam
Djamalul Alam dipilih bersama-sama di Ternate tahun
1773, dengan suatu ketentuan bahwa apabila Imbaisug meninggal dunia harus
digantikan oleh Djamalul Alam.
3. Sultan Mirfaka
Setelah
Sultan Djamalul Alam mangkat, digantikan putra sulungnya: Sultan Mirfaka,
Tetapi memerintah di wilayah Dondo.
4. Muhiddin
Muhiddin
adalah putra kedua dari Djamalul Alam yang dikerikan kepercayaan untuk
memerintah di wilayah tolitoli. Muhiddin
yang tidak lagi bergelar Sultan,melainkan bergelar Raja yang diberi julukan Tau
Dei Beanna.
5. Yusuf Syaiful Muluk Muidjuddin
Oleh Mohammad Yusuf Syaiful Muluk Muidjuddin, yang
bergelar Malatuang ( artinya yang patut disembah ). Oleh rakyatnya diberi
julukan Tau Dei Buntuna.Dengan demikian jelas bahwa sebelum bangsa belanda masuk wilayah
ini, kerajaan Tolitoli sidah ada dan diperintah oleh seorang Raja yang disebut Gaukan.
Menurut sejarah Raja Mohammad Yusuf “Malatuang”
Syaiful Muluk Muidjuddin adalah Raja yang sudah diadatkan oleh Rakyat jauh
sebelum kedatangan bangsa belanda, karena tercatat masa pemerintahannya
berlangsung dari tahun 1781-1812. Makamnya di Buntuna, Desa Tambun, Kecamatan
Baolan.
Menurut
cerita bahwa Raja Mohammad Yusuf Malatuang, pada masa pemerintahannya cukup
arifbijaksana, sangat adil, serta cukup memperhatikan kehidupan rakyanya,
sehingga walau Raja telah wafat, namanya tetap dikenang oleh Rakyat. Raja
mohammad Yusuf Malatuang waktu itu berkedudukan di Kalangkangan pada tahun
1812. Raja ini mendirikan sebuah istana di kampung Nalu.istana itu kemudian di
berinama BALE DAKO ( istana besar ) atau BALE MASIGI ( Istana yang puncaknya
seperti kubah masjid ). Disinilah pusat kegiatan pelayaran kerajaan Tolitoli.
6.
Bantilan Syafiuddin
Raja Bantilan syafiuddin berkuasa dari tahun 1859-1867,
ia merupakan raja yang sakti keturunan dari Raja Mohammad Yusuf Syaiful Muluk
Muidjuddin, alias malatuang yang menurunkan raja-raja yang memerintah di
kerajaan Tolitoli.
Sebelum meninggal raja BANTILAN SYAFIUDDIN
berpesan epada keluarga, kerabat, dan masyarakat kelak jika beliau wafat agar
di makamkan di Tando Kanau (LUTUNGAN) dengan maksud agar menjaga dan menjadi
perisai bagi kota Tolitoli dari gangguan baik fisik ataupun non fisik (gaib).
Ketika raja wafat pada tahun 1867, dalam
prosesi pemakamannya menggunakan perahu-perahu rakyat yang di tata berurutan
(dijejer) dari kampung Nalu menuju Tando Kanau (Lutungan) bagaikan sebuah
jembatan penghubung yang akan dilewati Jenazah almarhum.
7.
Raja
Haji Abdul Hamid Bantilan (1869-1901)
Dalam perkembangan selanjutnya ternyata
urusan pemerintahan nampak semakin baik dan lancar. Petugas-petugas yang
mengurusi kegiatan di Istana, yang mengurusi bidang ekonomi maupun yang
mengurus pelabuhan kesemuanya melaksanakan pekerjaannya dengan rapi dan teratur
sebagaimana yang diharapkan.Kapal-kapal dagang sudah seringkali berlabuh
dipelabuhan Tolitoli dan bahkan pada waktu itu sudah ada kapal dagang yang
membuat trayek tetap antara Makassar-Donggala-Tolitoli dimanapara penumpang
terdapat pula orang-orang Cina. Dalam sejarah tercatat bahwa orang Cina pertama
masuk ke Wilayah Kerajaan Tolitoli bernama Hong Bie.
Setelah
Raja Haji Abdul Hamid Bantilan wafat. Jenazahnya dimakamkan dipulau Lutungan berdampingan dengan
makam ayahnya yakni Raja Bantilan Syafiuddin. Tampak pimpinan
Kerajaan kemudian diserahkan kepada adiknya yakni Haji Ismail Bantilan.
8. Raja Haji Ismail Bantilan (1908-1918)
Raja
Haji Ismail Bantilan mulai memerintah kerajaan setelah menandatangi Korte
Verklaring no.1 tgl 12 Februari 1908 dengan pihak belanda.
Raja
Haji Ismail Bantilan dalam masa pemerintahannya dikenal dengan gelar TAU DEI BABO KASO artinya Orang
diatas kasur. Meskipun telah menandatangi Korte Verklaring namun dalam sikapnya
Raja ini selalu menunjukkan rasa tidak bersahabatnya dengan Belanda, sehingga
terkenal sebagai raja yang keras dalam pendirian.
Hal ini terbukti dalam tahun 1911 Raja secara
terang-terangan melawan belanda karena rakyatnya dipaksa bekerja heerendienst (
kerja rodi ) oleh pemerintah Hindia-Belanda. Akibatnya Raja Haji Ismail Bantilan
diinternir oleh belanda selama 6 tahun (enam) bulan di Donggala, namun akhirnya
juga dikembalikan lagi ke Tolitoli.
9. Raha Haji Muhammad Ali Bantilan (1918-1919)
pada tahun 1917 seorang tokoh Sarekat Islam (SI) bernama Sastro
Kardono sebagai utusan langsung H.O.S. Cokroaminoto datang ke Tolitoli untuk
membentuk Ssarekat Islam dan sekaligus menetapkan Haji Mohammad Ali sebagai
Presiden S.I. yang pertama.
Sementara itu dalam buku sejarah juga
tercantum bahwa dalam tahun 1917 tokoh pejuang Abdul Muis juga berkunjung ke
Tolitoli dan kunjungan inilah yang kemudian dikaitkan telah menyebabkan
timbulnya pemberontakan di Salumpaga bulan juni 1919 yang dicatat sebagai
pemberontakan Tolitoli. Sebetulnya pemberontakan di Salumpaga tersebut
merupakan Klimaks dari pada antipati rakyat terhadap penjajah belanda.
Dengan diangkatnya Haji Mohammad Ali
Bantilan sebagai Raja dan Juga sebagai
Presiden Sarekat Islam yang pertama, maka dengan
sendirinya keanggotaan Sarekat Islam di kerajaan Tolitoli semakin tumbuh dan berkembang
dengan pesatnya. Hal ini dapat dimaklumi karena yang menjadi Presiden Sarekat
Islam adalah Raja yang sangat dipatuhi oleh rakyatnya.
10. Raja Haji Mohammad Saleh Bantilan (1920-1922)
Setelah
pemberontakan Salumpaga tahun 1919, maka selama kurang lebih satu tahun tidak
pernah terdengar lagi Heerendients gemeentedients, istilah tersebut dianggap
sangat berbahaya dan berbau politik. Namun, setelah Residen Menado F.J Kroon
diganti oleh penggantinya yang baru J.R Logeman maka pekerjaan kerja paksa (kerja Rodi)
itupun dimulai kembali.
Peristiwa
Salumpaga merupakan salah satu kegigihan dan kepahlawanan dari bangsa kita
untuk mengusir penjajah. Masuk dalam sejarah Nasional Indonesia dan terkenal
dengan pemberontakan Tolitoli.
Hubungan
dagang dengan daerah-daerah lain semakin maju karena pelabuhan Tolitoli sering
disinggahi kapal-kapal besar sehingga tidak mengherankan bila pada waktu itu
mulai berdatangan suku-suku bangsa yang lain, seperti Bugis, Manado, Sangir,
Jawa, dan tak ketinggalan Orang-orang Cina dengan maksud untuk berdagang.
Peninggalan
1.
Masjid Jami’
Toli-Toli
Masjid Jami’ Toli-Toli adalah salah satu masjid
bersejarah di Kabupaten Toli-Toli, Provinsi Sulawesi Tengah. Sejarah masjid ini
berawal dari pembangunan sebuah surau atau mushola yang terbuat dari papan kayu
di sekitar Pantai Susumbolan pada 1929. Pada masa lalu, kawasan sekitar Pantai
Susumbolan yang berada di wilayah Kota Toli-Toli ini dikenal sebagai kawasan
terpadu karena di dalamnya terdapat pasar, terminal, tempat pelelangan ikan,
panggung hiburan, dan kawasan kuliner. Selain itu, kawasan ini pada masa lalu
juga mencakup empat kelurahan yang disebut Kampung Baru.
Pada 1939, mushala tersebut kemudian diubah menjadi
sebuah masjid yang diprakarsai dan biayai oleh seorang saudagar kopra dari
Toli-Toli bernama Lahuseng. Bahan bangunan masjid ini sebagian dibeli oleh
Lahuseng ketika menjual kopra di Singapura. Masjid seluas 143 m² ini berlantai
marmer dan memiliki sebuah kubah besar di bagian atapnya. Selain itu, bangunan
masjid ini juga dilengkapi dengan sebuah menara yang terbuat dari kayu. Pada
zaman dahulu, menara kayu tersebut berfungsi sebagai tempat muadzin atau bilal mengumandangkan
adzan karena belum ada listrik. Muadzin naik ke atas menara
dan mengumandangkan adzan dengan menggunakan corong yang terbuat dari seng.
Ketika pembangunan masjid ini selesai, Lahuseng diangkat sebagai imam pertama
pada 1939 hingga 1957.
2.
Tanjung
kanau (LUTUNGAN)
Awal mula nama Tanjung Kanau ini karena dahulu
sepanjang pesisir pantai terdapat banyak pohon Enau. Pohon ini diyakini dapat
menangkal petir dan badai. Di pulau ini terdapat makam Raja Syaifuddin
Bantilan. Pulau ini dipercaya sebagai perisai bagi kota Tolitoli, perisai
pertama pulau Simatang dan perisai kedua dalah pulau Kabetan yang dapat melindungi
kota Tolitoli dari bahaya .
3.
Bunker
Bunker ini terdapat di dekat pantai di Tanjung Batu,
bunker yang berbentuk menyerupai kubah masjid ini dahulu adalah sebuah jalan
bawah tanah yang dilalui oleh para pahlawan terdahulu untuk melawan belanda.
Menurut keterangan masyarakat, masih ada dua lagi bunker yang sama seperti ini,
satu berada di sekitar Tanjung Pelabuhan dan yang satu lagi berada di pesisir
pantai di daerah Lonti. Ketiga Bunker ini saling terhubung satu sama lain.
Namun, keduanya sudah tidak dirawat lagi oleh masyarakat, keduanya hampir tidak
memiliki tanda-tanda adanya benda bersejarah disitu.
4.
BALE
DAKO ( istana besar ) atau BALE MASIGI ( Istana yang puncaknya seperti kubah
masjid ).
Raja mohammad Yusuf Malatuang waktu itu berkedudukan
di Kalangkangan pada tahun 1812. Raja ini mendirikan sebuah istana di kampung
Nalu.istana itu kemudian di berinama BALE DAKO ( istana besar ) atau BALE
MASIGI ( Istana yang puncaknya seperti kubah masjid ). Disinilah pusat kegiatan
pelayaran kerajaan Tolitoli.
Kini bekas Istana Raja di kampung Nalu dekat Tolitoli
itu hanya tinggal sebuah PUTUU ( Tiang Agung ) yang tetap berdiri sampai
sekarang dekat sebuah pertigaan jalan.
Oleh
Nurhazanah
X IIS 1